Kisah Nestapa Guru Honorer di Garut yang Tergeser Guru PPPK, Diungkap Oleh SEGI

- 6 April 2024, 08:21 WIB
ilustrasi guru mengajar
ilustrasi guru mengajar /Pixabay/

KABAR GARUT - Dalam aktivitas kehidupan, terdapat sisi lain yang mungkin terlupakan, namun sangat menyayat hati bila diungkap  kepermukaan. Seperti halnya nasib yang dialami guru honorer dari SMA, SMK, dan SLB negeri di Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Kini mereka mengalami getirnya posisi mereka yang  tergeser oleh kehadiran guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), dan kisah pahit ini mendapat sorotan dari Serikat Guru Indonesia (SEGI).

Ketua SEGI, Apar Rustam Effendi, mengungkapkan keprihatinannya terhadap nasib sesama guru di Garut. Baginya, keadilan seharusnya menjadi hak yang tak terpisahkan bagi setiap pendidik.

"Bagi kami, baik guru PPPK maupun guru honorer, mereka adalah bagian dari satu kesatuan. Keduanya memiliki hak yang harus diperjuangkan dengan penuh keadilan," ujar Apar belum lama ini.

Guru, sebagai pilar pendidikan, memiliki hak-hak yang harus dijaga oleh pemerintah. Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 14 Undang-Undang Guru dan Dosen, hak-hak tersebut mencakup berbagai aspek, dari pendapatan hingga promosi.

Apar menekankan bahwa guru honorer yang telah mengabdi dengan setia di sekolah-sekolah negeri seharusnya mendapatkan pengakuan yang layak, bahkan hingga kemungkinan diangkat sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) atau PPPK.

Namun, saat ini, terjadi keresahan. Puluhan guru honorer SMA, SMK, dan SLB negeri di Garut mengalami perlakuan yang tak adil dengan keberadaan guru PPPK yang menduduki posisi mereka.

Apar menyatakan, protes yang mereka lakukan adalah bentuk perjuangan wajar untuk hak dan nasib mereka, terutama setelah bertahun-tahun mengabdi sebagai guru honorer.

SEGI, sebagai wadah perjuangan para pendidik, akan terus mendukung para guru dalam segala kondisi. Namun, dalam mengejar keadilan, SEGI juga mengingatkan akan hak-hak yang dimiliki oleh guru PPPK sesuai dengan Undang-Undang. Mereka berkomitmen untuk memastikan bahwa keberadaan guru PPPK tidak merugikan hak- hak para guru honorer.

Tak hanya itu, SEGI juga menyerukan kepada pihak sekolah untuk tidak mengganggu hak-hak guru honorer, termasuk dengan pengurangan jam mengajar tanpa alasan yang jelas. Menurut Apar, pengurangan jam mengajar seharusnya hanya sebagai bentuk hukuman atas pelanggaran yang dilakukan oleh guru, bukan atas alasan subjektif.

Keresahan ini bukanlah cerita yang terbatas pada satu sekolah, tetapi dirasakan banyak guru honorer lainya yang bernasib sama di Kabupaten Garut. Fenomena ini bukan sebatas masalah dunia pendidikan, tetapi akan berimplikasi kepada msalah sosial.

Jika tenaga, pikiran, dan pengorbanan yang telah mereka berikan tidak diapresiasi sebagaimana layaknya, akan berujung  berujung pada nestapa, akan berimplikasi menyangkut harga diri dan status sosial mereka di masyarakat.

Untuk itu, SEGI, akan mendorong agar para guru honorer tidak sampai kehilangan haknya akibat kehadiran guru PPPK. Di sisi lain, para guru PPPK juga harus tetap mendapatkan haknya sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 14 Undang-undang Guru dan Dosen.

"Sebagai organisasi guru, SEGI akan ikut mendorong para guru dengan segala kondisi yang terjadi pada mereka. Misalnya terkait masuknya PPPK dari sekolah swasta yang kemudian ditempatkan di sekolah-sekolah negeri sehingga tidak menggeser posisi para guru honorer", katanya menagaskan.***

 

Editor: Sep Sobar


Tags

Artikel Pilihan

Terkini