KABAR GARUT - Akhir-akhir ini, banyak perbincangan mengenai kenaikan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang dinilai melesat, menambah beban bagi mahasiswa.
Melansir dari berbagai sumbber, protes dari berbagai perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia terus bergulir, bahkan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, dipanggil oleh Komisi X DPR RI untuk memberikan klarifikasi.
Apakah betul ada komersialisasi di sektor pendidikan dalam negeri? Mari kita ulas bersama dalam artikel ini.
Kenaikan UKT: Mengapa dan Bagaimana?
Kenaikan UKT menjadi topik hangat di kalangan mahasiswa dan masyarakat. Banyak mahasiswa dari berbagai PTN mulai melakukan aksi protes menolak kenaikan UKT yang dirasa memberatkan.
Menanggapi kegaduhan ini, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi Kemendikbud, Cicik Sri Cahyendari, menjelaskan bahwa biaya kuliah harus dipenuhi oleh mahasiswa agar penyelenggaraan pendidikan dapat memenuhi standar mutu yang terbaik.
Cicik juga membandingkan dengan standar pendidikan di negara lain yang bisa gratis karena dukungan operasional yang mencukupi dari pemerintah.
Menurut Cicik, bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) di Indonesia belum bisa menutup seluruh kebutuhan operasional kampus.
Oleh karena itu, kenaikan UKT menjadi salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Penetapan UKT dan biaya lainnya juga mengacu pada aturan dari Kemendikbud, yakni Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada PTN di lingkungan Kemendikbud.
Hal ini berarti PTN tidak bisa sembarangan menaikkan UKT karena ada regulasi yang menjadi landasan.